FENOMENA DEMOKRATISASI LOKAL DI PROVINSI BANTEN
DOI:
https://doi.org/10.30656/sawala.v2i2.508Abstract
Tulisan ini mengambarkan tentang fenomena demokratisasi lokal di Provinsi Banten pasca diberlakukannya kebijakan desentrasalisasi atau otonomi daerah pada tahun 1999. Kondisi tersebut jelas membawa konsekuensi bagi Provinsi Banten untuk mengatur dan menentukan urusan rumah tangganya sendiri serta merealisasikan terciptanya persamaan politik, akuntabilitas lokal, dan kepekaan lokal di Provinsi tersebut. Namun, fakta membuktikan bahwa penerapan demokratisasi lokal di Provinsi Banten mengalami kemandegan, hal tersebut dikarenakan masih menguatnya posisi elit oligarki di tingkat lokal (keluarga politik) sehingga sirkulasi kekuasaan hanya berputar pada segilintir orang saja.Downloads
References
Alfian. 1990. Masalah Dan Prospek Pembangunan Politik Indonesia, Jakarta: Gramedia
Bappeda Provinsi Banten, 2010, laporan tahun 2010.
CETRO (Centre For Electoral Reform). 2002. "Data dan Fakta Keterwakilan Perempuan Indonesia di Partai Politik dan Lembaga Legislatif, 1999-2001" (Ringkasan Eksekutif), Jakarta: Divisi Perempuan dan Pemilu. 8 Maret ( tidak diterbitkan).
Gaffar, Affan. 2004. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Jakarta: Pustaka Pelajar,
Hungtinton, Samuel P. dan Nelson, J. 1990. Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta:Rineka Cipta
Parawansa, Khofifah Indar. 2003. Studi Kasus: Hambatan terhadap Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia, makalah
Rush, Michael. dan Althoff. 1993. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Saptari, Ratna. dan Holzner. 1997. Perempuan, Kerja dan Perubahan Sosial, Jakarta: Pustaka Utama Graffiti.
Soekanto, Soerjono. dan Lestarini Ratih. 1988. Fungsionalisme dan Teori Konflik dalam Perkembangan Sosiologi, Jakarta: Sinar Grafika
Sugiatri, dkk. 2003. Pembangunan Dalam Perspektif Gender, Malang: UMM Press.
Sugiyono, 2008, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta
UNDP. 2003. Partisipasi Politik Perempuan Dan Tata Pemerintahan yang Baik: Tantangan Abad 21, UNDP