KEBIJAKAN RELOKASI PKL UDI TENTANG PROSES KEBIJAKAN RELOKASI PKL JALAN DIPAYUDA DAN MT. HARYONO KE PUSAT KULINER KABUPATEN BANJARNEGARA)
DOI:
https://doi.org/10.30656/sawala.v4i3.245Abstract
Â
Keberadaan PKL harus ditata dan dikelola. Salah satu upaya yang paling populer adalah dengan melakukan kebijakan relokasi PKL. Akan tetapi  pada prakteknya, kebijakan tersebut sering menuai penolakan darI  PKL itu sendiri. Hal yang sama terjadi di Jalan Dipayuda dan MT Haryono ke Pusat Kuliner. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses kebijakan relokasi PKL Jalan Dipayuda dan MT Haryono ke Pusat Kuliner Kabupaten Banjarnegara dalam 3 sub fokus penelitian.  Pertama, latar belakang munculnya kebijakan relokasi, kedua, partisipasi PKL kelompok sasaran kebijakan, dan ketiga, keterkaitan situasi politik yang melatarbelakangi proses kebijakan relokasi terhadap penolakan PKL kelompok sasaran. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif deskriptif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses kebijakan relokasi PKL Jalan Dipayuda dan M.T Haryono ke Pusat Kuliner masih kurang baik. Kebijakan Relokasi tersebut ternyata tidak bertujuan untuk memecahkan permasalahan PKL, akan tetapi lebih merupakan proyek pemanfaatan bangunan mangkrak (eks-Terminal Lama), membangun  pencitraan di  akhir masa jabatan,  dan mencairkan anggaran dari pusat. Partisipasi PKL kelompok sasaran dalam proses kebijakan pun harus pada taraf Therapy dan ini masuk dalam kelompok nonpartisipasi. Selain itu, Peneliti menangkap adanya indikasi bahwa kebijakan relokasi tersebut telah menjadi komoditas politik pemerintah baru terkait pemenuhan janji-janji politiknya saat kampanye. Jika ini dikaitkan dengan teori institusional, Pemerintah Kab. Banjarnegara selaku organisasi publik telah gagal menerapkan konsep-konsep yang ada dalam teori tersebut pada proses kebijakan relokasi PKL Jalan Dipayuda dan M.T Haryono ke Pusat Kuliner (perilakunya belum proper dan adequatemanner). Hal ini mengakibatkan kebijakan yang dihasilkan tidak mendapat legitimasi eksternal (terutama dari PKL kelompok sasaran), terlebih di tengah situasi politik yang terjadi saat itu (pilkada). Wajar jika kebijakan relokasi PKL tersebut mendapat penolakan.